Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan yang beraqidah Islam sesuai paham Ahlusunnah wal Jama'ah (Aswaja). Dalam bidang aqidah, NU mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Iman Abu Mansur al-Maturidi. Di bidang fiqh mengikuti salah satu dari madzhab empat yaitu: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali. Di bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaidi al-Bagdadi dan Imam Abu Hamid al-Ghazali.
Paham Aswaja itulah yang senantiasa dipertahankan, dilestarikan, dikembangkan serta diamalkan oleh segenap warga Nahdliyin. Paham tersebut dikenal sebagai Aswaja an-Nahdliyah. Setiap warga Nahdliyin harus mengerti dengan baik paham Aswaja an-Nahdliyah. Agar segenap perikehidupan warga Nahdliyin mencerminkan karakter tawassuth, tawazun, i'tidal, dan tasamuh. Yaitu karakter muslim kamil yang mampu tampil sebagai pengejawantahan kasih sayang bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Untuk itu, upaya penguatan paham Aswaja an-Nahdliyah kepada warga Nahdliyin menjadi strategis dilakukan secara berkesinambungan.
Pembinaan organisasi dan penguatan paham Aswaja an-Nahdliyah itu disampaikan oleh Katib Syuriah PCNU OKU; Mukti Riadi, SST, SSi, SE, M.Si, dalam pengajian rutin Muslimat NU yang diselenggarakan di Masjid Al-Falah Desa Batu Raden, Lubuk Raja (Minggu, 18/10/2020).
Dalam kesempatan pengajian yang dihadiri lebih dari 200 jamaah itu, Mukti menegaskan: “Tugas utama pengurus adalah memberikan pelayanan terbaik bagi jamaah. Pengurus jangan minta dilayani. Namun, layanilah jamaah agar suara kita didengar. Ajakan kita diikuti. Semua kita, jangan pernah berhenti belajar. Karena tantangan kehidupan dan organisasi Muslimat NU ke depan semakin dinamis. Besarkan Muslimat NU ini dengan melipatgandakan kemanfaatannya di tengah-tengah masyarakat”.
Mukti juga menjelaskan bahwa Muslimat NU sebagai badan otonom NU memiliki tanggung jawab dalam mempertahankan dan menyebarluaskan paham Aswaja an-Nahdliyah di masyarakat. Dalam berhukum paham Aswaja an-Nahdliyah bersumber pada Al-Qur’an, al-Hadits, Qiyas dan Ijtima’ ulama. Hal itu melekat langsung pada setiap kata dalam istilah Ahlisunnah wal Jamaah yang terdiri dari tiga suku kata.
Dikatakan oleh Mukti; “Kata ahlun dapat diartikan dengan keluarga, ahli atau pengikut. Kata sunnah merujuk pada pengertian semua perbuatan, perkataan maupun ketetapan Rasulullah SAW. Kata wal Jamaah mengandung makna kumpulan orang-orang yang memiliki kesetiaan dan tujuan yang sama. Yakni hanya bertujuan menggapai redlo Allah SWT dalam panji Islam. Adapun yang dimaksud wal Jamaah adalah para pengikut setia Rasulullah SAW mulai para khulafaur rosyidin, sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan para ulama yang hanif. Maka, dengan mengikuti paham Aswaja berarti kita menjadi pengikut setia sekaligus pembela ajaran Rasulullah SAW hingga yaumil akhir kelak”.
Dalam hal pengelolaan organisasi, Mukti menekankan pentingnya pembinaan dan kaderisasi. Jajaran pengurus Muslimat NU harus proaktif membentuk struktur kepengurusan hingga ke bawah, yaitu Pimpinan Wakil Cabang, Pimpinan Ranting dan bila memungkinkan Pimpinan Anak Ranting.
Dengan demikian gerak organisasi semakin luas dan memiliki struktur serta jejaring yang handal. Kata kunci keberhasilan berorganisasi manakala semua pengurus dan anggota memiliki tujuan yang sama. Tidak bergerak dan bertindak untuk dan atas nama kepentingan pribadi.
“Pengurus harus memahami 6M agar sukses berorganisasi, yakni men (Sumberdaya manusia yang komit, jujur dan handal), money (pengelolaan dana/anggaran yang bertanggung jawab), method (strategi pencapaian tujuan), material (sarana-prasarana pendukung), minute (target waktu yang relevan) dan market (karakter jamaah yang dilayani). Inventarisasi semua potensi yang dimiliki. Jawab semua permasalahan dan tantangan secara terukur dan terstruktur”, seru Mukti.
Dalam kesempatan tersebut, Mukti sempat mengajukan pertanyaan: “Taukah ibu-ibu mengapa NU menggunakan lambang Bintang Sembilan?” Tanpa menunggu jawaban jamaah, Mukti pun menjelaskan: “Ada dua makna. Makna pertama, lima bintang di bagian atas melambangkan Rasulullah (bintang paling besar) dan 4 sahabatnya (Saidina Abu Bakar bin Shidiq RA, Saidina Umar bin Khotob RA, Saidina Ustman bin Affan RA dan Saidina Ali bin Abi Thalib RA). Sementara 4 bintang di bagian bawah melambangkan 4 Imam Madzab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali). Makna kedua, kesembilan bintang tersebut melambangkan wali sanga sebagai pembawa Islam pertama ke bumi Nusantara”. Wallahu a’lam.
Diharapkan seluruh kader pengurus NU di Kabupaten OKU mampu memahami tugas pokok dan fungsinya dalam menjalankan roda organisasi, sehingga kiprah NU bisa lebih dirasakan oleh masyarakat yang mayoritas penganut Aswaja.
Lamanya berorganisasi tidak akan menjadi penentu majunya sebuah organisasi tersebut apabila dasar pemikiran dan kaidah-kaidah serta tupoksinya tidak dipahami dan dilaksanakan secara nyata.
Editor: F-Wtk
Posting Komentar